Minggu, 13 Oktober 2013

Observasi

Observasi. Kegiatan kesukaan saya setelah melamun. Langsung saja saya akan memaparkan hasil Observasi Hara Nan Sia-Sia di suatu Coffee Shop sore ini.

1.  Tepat arah jam 1 dimana saya duduk saat ini ada sepasang sejoli yang sepertinya sedang mabuk, mabuk apalagi kalau bukan mabuk cinta. Keduanya bukan remaja tanggung, sekitar umur 25-28 tahun. Sudah setelah jam lebih mereka saling menatap, kontak mata lepas beberapa kali hanya karena perempuan yang tiba-tiba bersandar ke bahu Si Pria lalu kembali saling menatap ketika Si Pria kembali membuka pembicaraan. Keduanya tidak terlihat canggung, malah saya yang terlihat salah tingkah. Jelas ini menggelikan, bukan karena saya saat ini sedang single tapi lebih karena disekililing mereka banyak anak-anak kecil. Ada yang mencuri-curi pandang memperhatikan pasangan sejoli ini sambil memainkan brownies dengan garpu kecilnya, ada juga yang sengaja berjalan mendekati meja pasangan sejoli ini, berdiri 30 detik menatap bingung tanpa berkedip, Kids!  Dan ada juga wanita tak lagi remaja yang hanya memainkan otot mata untuk melirik lalu menuangkannya dalam tulisan, itu saya.

Sebenarnya apa yang sedang terjadi diantar mereka berdua saat ini? Sesekali perempuan menggeleng, apa si pria meminta sesuatu kepada si wanita seperti.... hmm you know tapi Si Wanita belum siap, atau kemungkinan yang lain Si Pria sedang menawar permintaan Si Wanita yang ingin dibelikan perhiasan.
Si Pria: “Tas aja deh
Si Wanita: *menggeleng lembut sambil tersenyum*
Si Pria: “Jam Tangan? Kamu pengen kita punya Jam Couple kan?”
Si Wanita: *kembali menggeleng dengan tempo yang sama*
Si Pria: “Kamu kan tahu kita sebentar lagi mau menikah bla bla...”

Oke itu hanya khayalan saya. Kemungkinan terakhir ya mereka memang tipe pasangan yang anti-mainstream, cara mengungkapkan rasa sayang dengan saling menghirup CO2 pasangannya.
Akhirnya saya menghampiri mereka, untuk basa basi permisi memakai stop kontak di dekat meja mereka untuk charger laptop saya. Mereka acuhkan saya.

2.       Korban saya selanjutnya adalah seorang ibu muda dengan rambut hitam panjang bergelombang, sesekali menyeka poni belah tengah yang kadang turun menutupi kiri kanan penglihatannya. Dia menggunakan legging bermotif semarak, cardigan berwarna pastel berbanding terbalik dengan warna hijau menyala pada tank top ketatnya. Smooky eyes dan blush on yang terlihat tidak natural ini membuat saya menjulukinya dengan Tante Gaul. Ia tidak sendirian, ditemani oleh perempuan kecil 2-3 tahun dan Mbak-nya si anak yang terlihat tidak mau kalah gaul dengan si majikan. Gaya bicara tante gaul ini tidak tenang, terburu-buru, memerintah dengan mata yang terus-terusan memperhatikan sekitar dengan mimik antagonis. Si Mbak diminta untuk menyebutkan apa saja barang yang di belanjakan olehnya.
Si Mbak: Pertama beli tas..
Si Tante Gaul: Iya..Charles and Keith
Si Mbak: Terus baju nyonya
Si Tante Gaul: Merk apa tadi? Masih ingat gak kamu?
Si Mbak: Minimal.. untung diskon ya Nyah
Si Tante Gaul: *melotot*
Saya: *mendengus*

Jadi kira-kira seperti itulah percakapan yang berlangsung. Mungkin Si Tante Gaul ini merasa ia lah bintang di Coffee Shop ini, seakan-akan orang lain peduli dengan apa yang terjadi pada hidupnya. Sungguh menyedihkan bila perkiraan saya itu simetris dengan isi otaknya.
Tak lama Sang Putri Kecil merengek minta pulang karena tidak sabar makan nasi goreng Mang Kumis. Lalu observasi saya pada mereka pun berakhir.

3.       Terakhir, seorang Ayah muda yang sedang  berdiri di area barista. Mungkin ia salah satu pelanggan di Coffee Shop ini, karena barista tak canggung mencium rambut putra kecilnya yang ia dudukan di atas meja kasir. Dugaan saya ia sedang menunggu istrinya selesai berbelanja, tipikal suami pada umumnya. Ayah dan anak ini duduk di depan saya, Si Ayah membuka cup lalu mencolek white cream dengan sedotan lalu menyodorkannya ke anak. Si Anak tersenyum kecut, mungkin karena ia menggigit dark chocolate. Saya beri 100 poin untuk ayah ini karena tidak membuka gadget ketika sedang bersama anaknya.
Observasi berakhir sampai disini, karena orang yang dinanti sudah tiba. Bye!



Kamis, 03 Oktober 2013

Membalas Puisi


Ide membalas puisi ini saya dapatkan dari salah seorang teman dekat. Bedanya dia dalam bentuk surat, saya puisi.

Saya mengadopsi puisi dari Yourdan, teman lama yang sedang diradang kerinduan.

***

Rindu dapat pecah.

lalu
maaf mulai bersemi
rindu sedang menepi

dan suara yang mulai meredup oleh lembah-lembah kedamaian
tentang asa yang tak kunjung muncul lagi dari bawah bumi

apa kau semesra dahulu kasih
berteduh dibalik punggung ku yang sudah rapuh
tak sekuat dulu,tulang-tulang sudah jatuh berjatuhan pelan hingga dapat ku rasa iba nya

kau merana dalam lara
sedang lara bercampur benci kau izinkan untuk mengerti

entah siapa yang mampu berjalan tanpa cinta yang bercahaya
tanpa cinta yang mulai mengosong seperti bangkai-bangkai anak panah fortuna

kau bersama doa yang tulus
aku berseteru dengan iba mu yang larut

Kemana perginya kau kasih
sekitarmu memuakkan untuk saat ini
sekitarmu belum mengerti tentang adanya makna

dan kuharap kan kasih
berbaiklah pada jalanmu saat ini
entah mungkin,nanti kita berdekapan dalam rasa yang berbeda
mungkin kita berpeluk dengan jiwa yang sama

Langit yang mengerti.
langit yang mendengar,beri jawab
dan langit
mengharap jalan cerita yang baik

Hingga nanti,
semua baik tanpa dendam yang merana
atau kisah dalam jiwa yang akan hilang.


-Yourdan

***

Langit Mengerti, Tidak Denganmu.

Sayangnya aku jatuh hingga ke perut bumi
Akan ku sambut rindumu bila kau mampu menarikku kembali ke permukaan

Tak kulihat senyummu berhenti mengembang bila bersamanya.
Saat itu pula aku merasa rongga dada tak lagi mampu menompang jantung.

Betapa aku ingin pulang
Meluaskan kembali Sabana yang kita pernah rawat.

Terhenyak pada sorot lembut yang kau ciptakan dari kedua kelopakmu hanya untukku.

Kapan aku bisa kembali bisa membuatmu mengabaikan semesta hanya untuk mendengar deruan nafasku.

Langit mengerti, tidak dengan dirimu.
Baiknya aku layangkan saja harapan itu di langit.
Langit dan Harapan menyatu.
Biarlah mereka berteman, menertawakan atom-atom kerinduan kita yang mengambang.
Molekul yang pernah bersemayam tak akan kembali ada, karena atom-atom enggan  saling mengikat.




Aku pun merindumu.
Sesederhana merindukan matahari saat bermalam di Surya Kencana.


-TR

***