Selasa, 18 Oktober 2016

Efek nonton 3 kali film wedding crasher

Mungkin untuk mayoritas wanita yang ada di planet ini menginginkan pernikahan yang elegan, gaun putih yang menggunakan bermeter-meter jenis kain brokat atau apalah gue gak ngerti, gedung besar dengan dekorasi yang "bertema", di hadiri banyak orang dan dengan sangat berusaha mengundang orang-orang penting, menyatakan secara tidak langsung bahwa "hai semua, nikahan gue mewah loh" , dan membuat para single-single yang menghadiri acara itu panik, berlomba agar bisa lebih melaksanakan pernikahan yang lebih over dari pada ini, tapi gue, dengan jenis kelamin yang sama dengan mereka sama sekali tidak menginginkan itu, di benak gue pernikahan gue nanti cuma ada gue & (tentunya) pasangan nikah gue, penghulu, keluarga inti dari gue & dia dan menarik segelintir apa yang di definisikan sebagai sahabat dalam kamus besar bahasa indonesia diwadah yang berisikan ratusan teman gue & dia. Tempat? Stadion, tepatnya di lapangan hijau yang membentang luas ditengah hiruk pikuk petang suasana macet pulang kantor di kota besar. Yap, benar petang, ketika burung, kalelawar, capung berterbangan di atas ku lengkap dengap koak-koak-an mereka, lampu jalan yang dinyalakan sebelum datang gelap, angin hangat di udara yang mulai mendingin karena tidurnya matahari. Gue dan dia menggunakan blue jeans basic dan baju kaos putih oblong, kets, kalo boleh gue masih mengenakan kawat gigi ini, dan dia boleh memakai topi base ball bila dia mau. Yang menghadiri boleh mengenakan formal atau nonformal, nilai nya terdapat keseberapa ikhlas mereka ingin menyaksikan satu hari untuk selamanya bagi gue ini. Ijab kabul dilakukan sambil berdiri,gue di sampingnya, dengan perasaan panik menunggu jawab dia "saya terima nikahnya bla-bla" kepada penghulu, dengan helaian selendang yang menggantung di atas kepala gue & dia. Setelah "resmi" kita semua akan melangsungkan makan malam di meja makan yang tentunya telah di sediakan di tengah lapangan bola, suasana mencair, hangat, menyatu, gue & dia saling mencuri pandang ditengah obrolan keluarga & teman sambil mengatakan "hai, ini hari kita" lewat pancaran yang diperanakan oleh dua pasang mata yang beradu.
Seusai acara makan malam, gue & dia meninggalkan mereka dengan berjalan kaki menuju rumah, dengan di temani lagu our lives-the calling, something stupid - robbie williams & nicole kidman, kings and convinence - cayman island, dan lagu lain yang pernah menjadi anthem kita, melewati macetnya pintu tol, jembatan penyebrangan, sambil menikmati jajan-jajanan jahat bagi kesehatan di pinggiran, sampai dirumah dengan sejuta rasa capek yang terpaksa kalah dengan kebahagian yang membuat gue & dia tidak bisa tidur karena memikirkan kebahagian yang telah kami dapati, 10 detik sebelum masuk alam tidur masing-masing membisikan ke diri sendiri "alhamdulilah"



Ini bukan masalah cuek, individual, sebodo dengan budaya, Ini memang nyata sederhana, gue menikah bukan untuk kesenangan orang melihatnya, namun hati. Dengan ini gue memberi ujian pada hati di detik pertama saat gue & dia lahir menjadi pasangan resmi, karena 'early=maxi' . Dapatkah hati ini ikhlas dengan sebuah kesederhanaan di hari yang jauh dari kata sederhana.

Mungkin sebagain orang yang membacanya ini terlalu "khayalan". Tapi bisa kah kalian mengikhlaskan satu amin untuk tulisan ini?

Krik krik krik

2 komentar:

  1. Amiiiinn.
    Lovely part : 1. curi pandang,berkata pandang "hei,ini hari kita" huhu ngebayanginnya tuh pasti kayak curi pandang jalan pertama baru jadian.

    2. Alhamdulilah nya, ya Tuhan makasih banget banget yaa akhirnya loooh manusia ini yg disamping aku pas mo tidur sm kebangun..

    Tapi part mati gaya 'malam pertama' nya kemana yak? Skalian dong ditulis. Mehehehe. ;p

    BalasHapus
  2. hahha.. makasih kak mianiii...
    iya, tatapan bergetar itu namanya kak --"
    yayyakaaliii ya pake ditulis gayanya, frontal abis.. klo pun di tulis fontnya ganti jadi symbol aja kali yaa..

    BalasHapus

leave your comment..